Para pengungsi yang menjadi korban selamat dari kerusuhan di Wamena, Papua, menceritakan saat-saat kejadian rusuh massa. Seorang pria bernama Amin (40), mengaku melihat keanehan ketika kerusuhan Wamena. Tak hanya Amin, sejumlah pengungsi lainnya juga menyadari tentang keanehan itu. Keanehan yang dimaksudkan Amin yaitu adanya tanda bonggol pisang beserta kayu dari pohon kasuari.
Apabila dua benda itu diletakkan di bagian depan rumah, rumah tersebut takan dibakar atau pun dihancurkan oleh massa. Amin mengatakan bahwa 2 benda tersebut seolah seperti tanda yang telah disepakati sebelum kerusuhan. Namun Amin yang hanya warga pendatang sejak 2013 dan tinggal di daerah Wesaput, Wamena, tidak tahu mengenai arti tanda itu. “Ada apa sebetulnya?,”
Amin tidak menduga sama sekali jika akan ada massa tidak dikenal yang berdatangan kemudian membawa bensin pasca aksi demonstrasi mahasiswa di kantor Bupati Jayawijaya. Para pengungsi menjelaskan bahwa kerusuhan di Wamena, tak semua warga asli terlibat bahkan sebagian pengungsi yang berada di Sentani, mengaku bahwa justru mereka bisa selamat sebab ditolong warga asli Wamena sendiri.
Sebagaimana yang dialami Amin (40), dia selamat karena diajak bersembunyi dalam rumah penduduk asli Wamena. Tak sampai di situ, Amin mengaku bahwa ia juga diinformasikan oleh warga asli Wamena tentang adanya aparat supaya Amin lebih aman. Kerusuhan itu bermula dari aksi demo mahasiswa di kantor bupati tetapi Amin meragukan jika para pelaku rusuh itu adalah pihak mahasiswa, sebab Amin melihat pelaku berusia tua-tua dan berjenggot.
Hal sama juga dialami oleh Sunam (33) pekerja di pabrik tahu yang juga diselamatkan oleh warga asli Wamena. Sunam mengaku dia bersama karyawan lainnya diusir massa lalu pabrik tahu itu dirusak oleh perusuh. Saat akan melarikan diri, dia dan teman-temannya yang berjumlah sekitar 50 orang sempat kebingungan sebab sudah terkepung.
Hingga akhirnya, sekitar jam 09.00 WIT ada warga asli yang memberi pertolongan. Dia dan kawannya diajak bersembunyi dalam rumah penduduk asli Wamena sampai aparat mengamankan dan dikirim ke wilayah pengungsian Sentani.
Meskipun kondisi keamanan berangsur pulih pasca kerusuhan di Wamena, namun layanan kesehatan belum sepenuhnya bisa diakses warga. Bahkan terdapat puskesmas yang memberikan pelayanan tanpa pasokan aliran listrik. Sementara itu, dokter Puskesmas Wamena mengatakan bahwa layanan kesehatan dibatasi sampai jam 12 siang saja. Meski demikian, Puskesmas Wamena masih memiliki persediaan obat-obatan. Dokter Lorina mengatakan bahwa kondisi pelayanan medis di Wamena berangsur membaik.
Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) wilayah Wamena yakni Antonius Manaor menjelaskan bahwa sebagian puskesmas saat ini masih tutup karena tenaga medis mengkhawatirkan keselamatan mereka. Berdasarkan data IDI Wamena, sekitar 10 dokter keluar dari wilayah Wamena saat kerusuhan di Wamena. Mereka angkat koper tanpa lapor ke IDI.
Sebelumnya, beberapa organisasi dokter sudah mengancam akan angkat kaki jika pemerintahan tidak memberi jaminan keselamatan. Sebuah kewajaran jika tenaga medis ikut khawatir, sebab saat kerusuhan di Wamena terjadi, ada seorang dokter yang menjadi korban tewas dilokasi kejadian. Tewasnya dr. Soeko Marsetiyo sangat disayangkan karena ia telah mengabdikan diri selama puluhan tahun tanpa membedakan agama, ras dan suku.